معصيّة أورثت ذلاّ وافتقارا خير من طاعة أورثت عزّا واستكبارا
“Maksiat yang menimbulkan rasa rendah diri dan pengharapan atas rahmat dan ampunan Allah adalah lebih baik daripada ketaatan yang menimbulkan rasa mulia dan bangga diri.”
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxBCUlgVMN4xUvKQcdHYQ5CMwcbrwGP9XrU6UxATwzATI6G34bs9FcTy6yR12D88bYebI-NPvcQdos6lbm0AwFd1x5keF3gXvxerEoRQW2W9UxeRtEvPmUfdAvv7Vpi9QI44_1-1Yd3jAW/s200/k.+bahrul.png)
Yang namanya kejelekan dan kemaksiatan, tidak bisa dibandingkan dengan kebaikan dan taat. Misalnya mana lebih baik mencuri dengan melakukan shalat?. Tapi yang dimaksud disini adalah taat yang berdampak jelek seperti iblis yang merasa sombong dengan amalnya, itu lebih baik perbuatan dosa seperti sayyidina Umar ibn al khottob berbuat kejahatan tapi akhirnya menjadikan beliau menjadi orang baik sampai dijanjikan surga oleh Rosulullah saw. Wallahu A'lam
Imam as Shiddiqin, Abu Madyan- Qoddasallahu sirrrahu, mengatakan;
إنكسارالعاصى خير من صولة المطيع
“pecahnya hati orang yang berbuat maksiat adalah lebih baik dari pada wushulnya orang yang taat.”
Seseorang yang pada awalnya melakukan perbuatan maksiat, kemudian hatinya digambarkan hancur berkeping-keping karena susah, menyesal dan juga merasa hina di hadapan Allah, serta merasa butuh terhadap belas kasih dan ampunan Nya, itu lebih baik daripada wushulnya seorang yang ahli taat kepada Allah, tetapi wushulnya itu menjadikan ia merasa mulia diri (‘izz) dan tinggi hati (istikbar).
Jika kemudian ada pertanyaan, lalu apakah untuk beribadah dengan khusu’ dan hati yang senantiasa bersedih, harus terlebih dahulu melakukan suatu kesalahan (dosa)?. Jawabannya tentu TIDAK, sebab dalam pertanyaan itu ada suatu perencanaan untuk melakukan sesuatu, yang sama halnya dengan, telah merasa bisa untuk mengatur dan menenntukan nasib sendiri. Dan hal itu tentu tidak bisa dibenarkan. Sebab yang dimaksud disini adalah dampak setelah melakukan sesuatu (kesalahan).
Kesimpulan: ungkapan hikmah diatas bukan mau membandingkan esensi maksiat dan taat, tapi membandingkan dampak dari keduanya. Taat itu jangan hanya lahirnya saja, tapi juga bathinnya melakukan taat dengan keseimbangan antara khouf ( merasa khawatir tidak diterima dan menjadikan siksa Allah) dan roja' (berharap pada rohmat Allah, dengan diterimanya amal kita dan mengampuni pada ibadah kita yang kualitasnya jelek). Wallahu A'lam...!
MOHON KOREKSINYA KALAU ULASAN SEPONTAN INI TIDAK BENAR
Oleh. K. Bahrul Widad
Oleh. K. Bahrul Widad
Posting Komentar